Sabtu, 30 Juni 2018

BOARD GAME MENJAWAB KELUHAN ORANGTUA



Ditulis oleh  : Dra Erna Hikmati Hidayah

Hasil beberapa riset internasional, seperti Programe for Internationale Student Assesment (PISA) menunjukkan Indonesia selalu berada di bawah dalam kemampuan matematika, sains, dan membaca. Hasil survei tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki ranking 62 untuk sains, 63 untuk matematika, dan 64 untuk membaca dari 70 negara yang ikut tes PISA. Walaupun dikatakan ranking Indonesia naik, namun masih sangat jauh dari harapan untuk menjadikan negeri ini secara cepat mengejar ketertinggalannya.

Ketertinggalan dalam sains, matematika, maupun membaca sangat nyata terlihat dalam suasana pembelajaran di kelas. Banyak para guru jenjang menengah mengeluhkan tentang kemampuan menghitung pada siswa. Jika keluhan itu dikembalikan pada guru matematika tingkat dasar, mereka mengatakan bahwa terlalu banyaknya target materi dalam kurikulum menyebabkan kurang waktu untuk melatihkan siswa dalam berhitung dasar. Lambat dalam berhitung dasar akan berdampak pada materi-materi pelajaran lain baik dalam sains maupun ilmu  humaniora yang menggunakan rumus-rumus dalam pembahasannya.

Pada kenyataannya, jika ada tugas dari guru, siswa cenderung berdiskusi sekedarnya bersama teman, dan jika mengalami kesulitan atau malas mengerjakan, siswa hanya menyalin jawaban dari teman. Hasil yang pernah Penulis dapatkan saat  menanyakan secara random tentang cara mereka mengerjakan tugas terhadap salah satu kelas di SMA tempat penulis mengajar, sebanyak 15% siswa mengerjakan mandiri, 20% siswa berdiskusi dalam belajar kelompok, 30% siswa menyalin pekerjaan teman di rumah, dan 35% siswa menyalin pekerjaan teman pada pagi hari di sekolah. Tidak menutup kemungkinan di sekolah lain juga sama ataupun lebih parah keadaannya. 

Kondisi seperti ini akan berkelanjutan, jika guru bidang studi tidak jeli mengoreksi kejujuran siswa dalam menngerjakan tugas, dan orang tua hanya sesekali bahkan tidak pernah menanyakan perkembangan belajar siswa saat di rumah. Selanjutnya dikhawatirkan bisa memunculkan generasi yang skeptis, tidak jujur dan hanya bergantung pada orang lain.

Tentang rendahnya kemampuan siswa di Indonesia baik dalam aspek kognitif, psikomotor, maupun sikap sudah banyak dibahas, dan banyak di antara ulasan tersebut yang membahasnya dari sudut pendidikan formal, baik dari guru, kurikulum, kebijakan, dan lain-lain. Pada kesempatan ini penulis akan mencoba membahas dari sudut pendidikan informal atau di dalam keluarga. Bermacam-macam pembahasan tentang menghadirkan peran keluarga dalam pendidikan dapat kita baca di  laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id baik berupa pengalaman maupun artikel-artikel menarik.

Sudah saatnya keluarga (semua orang yang berada di dalam satu rumah dengan anak) tidak menjadikan sekolah sebagai penyebab nakal atau buruknya hasil pendidikan. Dilihat dari segi waktu, anak lebih lama berkumpul dengan keluarga dibandingkan di sekolah. Di sekolah paling lama hanya 9 jam. Sisa waktunya tentunya tergantung setiap keluarga membuat aturan di dalamnya. Seharusnya pada sisa waktu yang 15 jam tersebut tiap keluarga menunjukkan kepeduliannya dengan anak. Tidak dibiarkan mereka mengatur waktu sendiri, dan tidak juga terlampau ketat mengekang mereka.

Jika terlalu longgar dalam hal memberikan kesempatan bebas kepada anak, hasilnya dapat dilihat pada mayoritas anak saat ini. Anak bebas menggunakan hand phone (HP) di rumah,  yang berakibat terjadi beberapa pergeseran, baik dalam hal kehidupan sosial, kesehatan, kedisiplinan, ketaatan, emosional, ekonomi dan sebagainya. Hanya karena benda kecil yang seukuran kantong baju, mampu mengubah segalanya. Anak menjadi lebih akrab dengan HP dibandingkan dengan anggota keluarga. Orangtua dan  saudara di rumah sudah tidak dipedulikan lagi. Jika diingatkan apapun, mereka akan lebih mudah marah karena dianggap menganggu keasyikan refreshing ala mereka. Orang tua sering angkat tangan karena tidak mau bersitegang dengan anak. Akhirnya anakpun tambah menjadi-jadi berinteraksi dengan HP, melupakan banyak hal. Anak tidak menyadari bahwa dirinya sebenarnya sedang dijajah dengan HP. Menjadi temperamen, uang saku habis beli pulsa, kehilangan kesempatan bersukaria dengan orang sekitar, tugas-tugas sekolah terbengkalai, main kucing-kucingan jika sekolah memberlakukan larangan membawa HP, hanya gara-gara tidak bisa mengatur waktu bersama HP.

Kondisi anak seperti itu banyak dikeluhkan oleh orangtua. Kemudian apa yang harus dilakukan oleh para orangtua? Ternyata orang tua sudah harus mulai bergerak jika ingin berubah. Banyak cara dapat dilakukan oleh para orangtua agar anaknya sedikit bergeser dari HP. Namun harus sabar, karena untuk mendapatkan hasil tidaklah langsung.

Penulis memberikan salah satu solusi dengan mencoba mengenalkan kembali permainan-permainan masa lampau berbasis kartu dan papan atau kertas lembaran. Misalnya halma, kwartet, monopoli, ular tangga, dan sebagainya. Permainan seperti itu saat ini sudah mulai bervariasi jenisnya, baik dibuat oleh orang luar negeri maupun orang Indonesia asli. Kelompok permainan tersebut sekarang disebut sebagai Board Game, yang biasanya dimainkan  oleh lebih dari 1 orang. Berkumpulnya sekelompok orang dalam satu meja untuk bermain , dan saling berinteraksi dengan bahasa tubuh, dan percakapan, hanya dapat diciptakan melalui board game. Selain boargame yang sudah ada sejakjaman lampau, sekarang boardgame terdapat banyak variasi, misalnya board game perjuangan orang Rimba yang mempertahankan kearifan lokal  hutan, boardgame Candrageni, Boardgame Alhambra, Islamic Board game, dan lain-lain. 

Dengan situasi tantangan dan strateginya di dalamnya, board game akan memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan mental para pemainnya. Tentunya boardgame yang terkontrol yang dimainkan di rumah atau tempat-tempat tertentu yang edukatif. Bukan board game yang dimainkan dengan tujuan untuk berjudi. Boardgame memiliki beberapa kelebihan antara lain :

1.       Aturan. Banyak aturan dalam board game. Dan permainan akan berjalan dengan baik jika pemain taat aturan. Dalam hal ini anak dilatih kejujuran.
2.       Interaksi sosial. Dalam bermain, sarat dengan kerjasama, baik dalam negosiasi dengan lawan main, maupun dalam membahas peraturan bermain.
3.       Edukasi. Board game yang menarik biasanya dikemas dalam sebuah tema yang menarik juga. Misalnya Board Game Orang Rimba yang bertema tentang orang Badui Dalam di Jambi  yang bersahabat dan menjaga hutan yang tiba-tiba terancam dengan datangnya  para penebang liar. Board Game akan memberikan pengetahuan baru bagi pemainnya. Hampir seluruh board game  mengharuskan pemainnya mengasah otak nutk menyelesaikan tantangan di dalamnya.
4.       Resiko dan simulasi. Setiap perbuatan manusia terutama dalam pengambilan sebuah keputusan pasti adaakibatnya. Demkian juga dalam board game, setiap pengambilan keputusan akan disimulasikan dengan cepat akibatnya. Board game merupakan permainan yang melatih kehidupan bermasyarakat bagi pemainnya.
5.       Jenjang Generasi. Board game merupakan permainan konvensional yang sudah dikenal sejak 1500 tahun yang lalu. Semua orang dengan berbagai usia bisa memainkannya. Sehingga di rumah pun untuk menciptakan keakraban di antara anggota keluarga, bisa diluangkan waktu untuk memainkan board game. Tersedia berbagai pilihan dengan tema yang berbeda. Dunia board game sekarang ini semakin berkembang bahkan ada di beberapa kota yang terdapat Board Game Library (Perpustakaan Board Game) yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat.

Dari uraian tentang board game, diharapkan secara bertahap tiap orang tua mampu mengalihkan penggunaan HP oleh anak. Paling tidak, egoisme berkurang, semangat dalam berjuangnya bertambah. Saat ini industri permainan  telah memproduksi macam-macam modifikasi board game baik dari dalam maupun luar negeri. Sudah saatnya menambah koleksi barang di rumah dengan board game. Atau datang ke board game library yang menyediakan berbagai macam game dengan tema dan kemasan berbeda. Pengunjung akan dipandu oleh petugas tentang game yang masih baru.  

Dengan intensitas waktu yang disepakati dalam keluarga untuk board game, diharapkan ketergantungan dengan HP akan berkurang. Sebab untuk samasekali tidak menggunakan HP juga bukan solusi yang baik. Yang ditegaskan adalah mengatur penggunaan HP supaya anak tidak sekedar menjadi generasi pengguna, tetapi menjadi generasi pencipta yang mampu mengejar ketertinggalan dalam berbagai bidang. Yakinkan agar jangan sampai anggota keluarga kita dijajah oleh Hand Phone. #sahabatkeluarga